My Blog

This is my blog, which contains the outpouring of my heart and my life story that I experienced..

Friday, January 28, 2011

Kekerasan Perempuan Di Media Massa


       I.            Citra Kekerasan Perempuan
Media massa saat ini merupakan media dalam menyampaikan informasi perubahan kepada masyarakat sehingga bisa dikatakan sebagai alat konstruksi sosial yang paling ampuh. Permasalahannya, pesan yang dibawa media massa tidak saja bersifat positif namun juga bersifat negatif, bahkan kadang-kadang pesan positif dimodifikasi hingga menjadi negatif. Dalam kaitannya dengan permasalahan gender, media massa sebenarnya merupakan alat strategis untuk mengubah paradigma masyarakat terhadap tindak kekerasan pada perempuan karena memiliki hegemoni untuk membangun opini publik. Namun, di sisi lain, media massa juga ternyata menjadi alat strategis untuk mengembangkan bahkan melestarikan tindak kekerasan pada perempuan. Berkaitan dengan kemampuan media yang dapat menciptakan realitas social.
Kekaguman laki- laki terhadap keindahan perempuan adalah cerita klasik dalam sejarah umat manusia. Dua hal itu pula yang menjadi dominan dalam inspirasi banyak pekerja seni dari masa ke masa. Namun ketika perempuan menjadi simbol dalam seni- seni komersial maka kekaguman- kekaguman terhadap perempuan itu menjadi sangat diskriminatif, bahkan terkadang mengesankan perempuan menjadi simbol- simbol kelas sosial dan kehadirannya dalam kelas tersebut hanya karena kerelaan yang dibutuhkan laki- laki. Saat ini ketika karya- karya seni kreatif seperti iklan menjadi konsumsi masyarakat dalam berbagai media massa, posisi perempuan ini menjadi sangat potensial untuk dikomersialkan dan dieksploitasi karena posisi perempuan menjadi sumber inspirasi.
Eksploitasi perempuan dalam pencitraan di media massa tidak saja karena kerelaan perempuan, namun  juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri. Sayangnya kehadiran perempuan dalam kelas sosial itu, masih menjadi bagian dari refleksi realitas social masyarakatnya, bahwa perempuan selalu berada dibawah laki- laki. Oleh karena itu, perempuan di media massa adalah ‘perempuannya lelaki’ dalam realitas sosialnya. Namun, dalam konteks perempuan, terkadang perempuan tampil dalam bentuk yang ‘lebih keras’ dan keluar dari stereotip perempuan sebagai sosok lembut dan berdaya. Perempuan juga sering tampil sebagai perayu, penindas, dan bahkan sebagai pecundang. Sosok perempuan ini banyak ditemukan dalam iklan media, sekaligus merupakan rekonstruksi terhadap dunia realitas perempuan itu sendiri.
Dalam kehidupan sosial pada hubungan perempuan dan laki- laki, posisi perempuan selalu ditempatkan pada posisi ‘terbelakang’ yaitu perempuan selalu kalah namun sebagai pelengkap laki- laki. Hal- hal inilah yang direkonstruksikan kedalam media massa melalui iklan- iklan komersial,  bahwa media massa hanya merekonstruksi apa yang ada disekitarnya. Sehingga media massa juga disebut sebagai refleksi dunia nyata, refleksi alam disekitarnya.
Keindahan perempuan menempatkan perempuan dalam stereotip perempuan dan membawa mereka ke sifat- sifat disekitar keindahan itu, seperti perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak dan sebisa mungkin untuk tampil prima dalam berbagai acara sebagai pendamping laki- laki. Stereotip ini menjadi ide dan citra sekaligus menjadi sumber eksploitasi perempuan diberbagai media. Namun pandangan lain membantah, bahwa eksploitasi perempuan perempuan dalam media iklan, Perempuanlah yang paling dekat dengan media massa, jadi tidak hanya stereotip namun perempuan juga dijadikan alasan kuat untuk mengeksploitasi perempuan dalam media massa. Seperti halnya iklan shampoo yang menggunakan bintang iklan yang berambut panjang, lurus dan hitam untuk menumbuhkan rasa ketertarikan kepada produk shampoo tersebut.
Sesuatu yang kembali ke stereotip perempuan, bahawa apa yang perempuan lakukan dalam iklan-iklan itu, hanyalah untuk menyenangkan orang lain, terutama laki-laki, sedangkan ia sendiri adalah bagian dari upaya menyenangkan bukan yang menikmati rasa senangnya, perempuan hanya senang kalau orang lain merasa senang, dan tanpa sadar kalau ia merasa senang dirinya dieksploitasi.
Perempuan dianggap sebagai mahkluk yang hanya bermodalkan daya tarik seksual semata. Kaum perempuan yang tampil dalam media iklan secara tidak langsung telah mempertegas eksploitasi terhadap kaumnya sendiri dan memperkokoh cara pandang bahwa pada dasarnya perempuan hanyalah sebatas obyek seks semata. Akibat yang ditimbulkan dari cara pandang yang demikian adalah makin subur dan langgengnya berbagai bentuk pelecehan, penindasan dan eksploitasi perempuan baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Dengan kata lain media dianggap memberi justifikasi terhadap perendahan martabat perempuan.
Satu hal yang secara nyata mempertegas argumen ini adalah maraknya pemberitaaan dengan menggunakan tubuh perempuan di media massa merepresentasikan telah berkembangnya suatu political economi of the body, yakni perempuan dijadikan komoditi atau alat untuk kepentingan ekonomi yang didasarkan pada konstruksi sosial dan ideology tertentu. Dimana hal ini berarti bahwa penggunaan tubuh perempuan di media sebagai salah satu ajang iklan merupakan suatu hal yang dipolitisir untuk tujuan ekonomi dengan aturan yang telah diatur sedemikian rupa berdasarkan kepentingan pasar (economic interest), misal iklan, kalender, video klip, majalah, tabloid dsb. Kebudayaan patriarkis yang melembaga dalam masyarakat kita ikut mengambil peran munculnya eksploitasi terhadap perempuan di berbagai media dikarenakan anggapan masyarakat bahwa pria berhak memenuhi kebutuhannya  dan menganggap perempuanlah solusinya, tentu ini sangat merugikan kaum perempuan.
Perempuan kerapkali dicitrakan  harus berpenampilan menawan dan menjadi pusat perhatian kaum lelaki melalui penampilan fisiknya dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis: cantik, berbadan langsing, berkulit putih, berambut panjang, berkaki jenjang yang kesemuanya itu berangkat sesuai bingkai berpikir dan selera pria. 
Dan pada kenyataannya yang lebih banyak menjadi objek eksploitasi dari kegiatan ini adalah perempuan. maka opini pria akan menganggap bahwa perempuan pada dasarnya adalah kaum yang fungsi dan perannya  semata hanya sebagai pemuas nafsu pria sehingga mereka merasa sah dan wajar untuk terus memperalat perempuan  dan menjadikannya bagian dari imajinasi kaum pria. Cara pandang yang demikian pada gilirannya akan mendorong kaum pria memperlakukan perempuan sebagai kaum yang derajatnya lebih rendah dan ini akan menyebabkan banyaknya praktek pelecehan seksual yang dilakukan dengan rasa tidak bersalah dan tanpa beban.   
Eksploitasi dalam pornografi tidaklah dilihat dalam suatu pemahaman sempit mengenai bagaimana proses keikutsertaan atau keterlibatan perempuan di dalamnya. Pada banyak kasus para perempuan yang terlibat dalan pornografi kemungkinan besar berangkat dari keinginan/kesadaran sendiri dan tidak dipaksa yang di latarbelakangi banyak faktor, misal masalah ekonomi, ingin terkenal, jalan pintas untuk popular, kelas sosial dan sebagainya. Namun yang dimaksud eksploitasi disini adalah lebih pada gagasan yang dibawa oleh pornografi itu sendiri, artinya melalui pornografi kaum perempuan secara konsisten dan berkelanjutan ditampilkan dalam posisi yang rendah.
Satu hal yang secara nyata mempertegas argumen ini adalah maraknya pemberitaaan dengan menggunakan tubuh perempuan di media massa merepresentasikan telah berkembangnya suatu political economi of the body, yakni perempuan dijadikan komoditi atau alat untuk kepentingan ekonomi yang didasarkan pada konstruksi sosial dan ideology tertentu. Dimana hal ini berarti bahwa penggunaan tubuh perempuan di media sebagai salah satu ajang pornografi merupakan suatu hal yang dipolitisir untuk tujuan ekonomi dengan aturan yang telah diatur sedemikian rupa berdasarkan kepentingan pasar (economic interest), misal iklan, kalender, video klip, majalah, tabloid dsb. Kebudayaan patriarkis yang melembaga dalam masyarakat kita ikut mengambil peran munculnya eksploitasi terhadap perempuan di berbagai media dikarenakan anggapan masyarakat bahwa pria berhak memenuhi kebutuhannya  dan menganggap perempuanlah solusinya, tentu ini sangat merugikan kaum perempuan.
    II.            Kekuasaan laki- laki atas Perempuan
Dari sisi pemaknaan, pemberitaan media massa, juga tidak seimbang antara pemaknaan ruang public laki-laki dan ruang public perempuan. Ketika pemberitaan media massa menyangkut persoalan-persoalan laki-laki, maka media massa menyorotinya sebagai “pahlawan-pahlawan” public yang menjadi pahlawan karena masyarakat membutuhkan mereka. Namun ketika sorotan media massa pada persoalan perempuan,terkesan maknanya sebagai pelengkap berita tersebut. Persoalan menjadi serius ketika pemberitaan media massa menyangkut sisi-sisi “aurat perempuan”, makna pemberitaannya justru menjadi konsumsi laki-laki, maka di situ terkesan bahwa perempuan sedang di eksploitasi sebagai sikap ketidak adilan terhadap perempuan dan bahkan kekerasan terhadap mereka.

Model pemberitaan media massa yang di dominasi public laki-laki, menunjukan media massa merekontruksi realitas dalam kehidupan sosial dimana laki-laki lebih banyak mendominasi ruang kehidupan di masyarakat, terutama menyangkut ruang publik. Media massa setiap saat menurunkan berita yang secara tidak langsung memberi makna bahwa public laki-laki adalah identik dengan kekuasaan laki-laki terhadap public perempuan dan ruang public perempuan adalah konsumsi laki-laki, atau dengan kata lain, public perempuan di media massa adalah bagian dari kerelaan kekuasaan laki-laki.

 III.            PEMBUNUHAN KARAKTER

Pembunuhan karakter (character assassination) adalah juga kejahatan seseorang atas orang lain, karena tidak seorang pun berhak menghalangi seseorang untuk mengkarya mengekspresikan diri dan mengembangkan karakternya di masyarakat. Dampak kejahatan semacam ini sangat luas, setiap upaya membunuh karakter seseorang apalagi melalui media massa pasti berdampak kepada keluarga orang itu, berdampak bagi lingkungannya, dan apabila kejahatan ini dilakukan dalam skala internasional, maka akan merusak citra bangsa itu pada skala internasional.

Modus pemberitaan macam ini adalah media memberitakan seseorang telah melakukan kejahatan tanpa melakukan konfirmasi dan untuk memojokkan orang itu. Mengadili seseorang melalui media massa adalah bentuk kekerasan terhadap orang lain, karena yang berhak menyatakan orang itu bersalah adalah pengadilan. Sasaran mengadili seseorang melalui media massa adalah membunuh karakter seseorang agar supaya reputasi orang tersebut menjadi rusak didepan public, terhambat kariernya serta akibat yang lebih besar adalah orang tersebut di pecat dari jabatan atau tugas dan pekerjaannya.

Kondisi ini tidak saja menyangkut fitnah dan menyebarkan berita bohong tentang seseorang. Namun juga menyangkut pencitraan tentang diri seseorang dari orang lain. Sementara, citra diri merupakan hal penting dan berperan besar dalam kelangsungan kehidupan sosial seseorang. Termasuk dalam kehidupan karir. Sehingga, bisa dibayangkan sendiri akibat yang harus ditanggung ketika seseorang mengalami sebuah pembunuhan karakter. Citra yang buruk sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap orang lain. Dalam kehidupan pribadi tentu saja juga sangat merugikan .Mengingat pentingnya citra diri terhadap kehidupan kita, tak ada salahnya jika kita selalu waspada agar tak menjadi korban upaya pembunuhan karakter oleh 'lawan' atau 'saingan' kita. Cara paling mudah agar tak menjadi korban adalah melakukan pembuktian dengan cara menunjukkan kompetensi diri kita. Jika kita kompeten, pada akhirnya orang lain akan dengan sendirinya menilai kebenaran berita yang disampaikan atau digosipkan tersebut. Selain itu, penting juga menjalin hubungan baik dengan semua rekan kerja agar tercipta persaingan yang sehat dan positif. Berkomunikasi dengan baik dan saling membantu sebagai tim, akan membuat rekan kerja merasa setara dan tak perlu saling menjatuhkan.

No comments:

Post a Comment